Thursday, September 11, 2008

Addie MS & Erwin Gutawa Naik Bus? Nggak Terbayangkan!


Dari kecil sampai sekarang, saya hobi membaca komik. Jaman SD dulu, salah satu komik yang saya baca adalah Marichan. Ceritanya tentang perjalanan cewek Jepang meraih mimpinya untuk jadi balerina. Di komik itu dikisahkan juga tentang pengalaman Marichan belajar balet di Rusia.

Dari komik itu, saya bayangkan dunia seni dan hiburan di Rusia. Panggung opera dan pertunjukan baletnya. Suasana ramai menjelang persiapan pertunjukan, konsentrasi penonton dan pemain saat pertunjukan, sampai ramai tepuk tangan, pujian, dan karangan bunga dari penonton untuk bintang pertunjukannya. Dalam cerita, tokoh antagonis yang belagu, sok beken, dan nggak kooperatif memang ada. Tapi tokoh-tokoh jagoan dalam cerita itu ditampilkan sederhana, juga baik dan rendah hati―nggak sok ngartis meski mereka sudah jadi bintang.

Untuk bisa menyuguhkan penampilan, para penari itu harus rela belajar sampai kukunya copot dan jarinya berdarah-darah. Intinya, kerja keras untuk berhasil.

Bintang pertunjukan mungkin dapat tepuk tangan meriah dan ratusan buket bunga dikirim untuknya, tapi dia tetap hidup “normal” seperti orang biasa. Jalan kaki atau naik bus untuk kembali ke mess-nya selepas pertunjukan, misalnya.

Bayangan saya itu serupa dengan cerita yang disampaikan Aryo Wicaksono, salah satu pianis Indonesia yang berkarya di AS, yang kebetulan jadi narasumber untuk artikel saya. Di emailnya yang superpanjang, Aryo menuliskan pengalamannya melihat pertunjukan “Swan Lake” oleh Peter Czernyka (nggak tau spelling-nya benar atau salah), bintang balet di Mariinsky Theatre, Rusia.

Untuk pertunjukannya yang sukses, Peter dapat banyak pujian, mungkin 10-20 menit tepuk tangan meriah dari penonton, dan entah berapa banyak karangan bunga. Tapi, lepas dari itu semua, dia dengan sederhananya pulang ke rumah berjalan kaki dan naik bus umum, bukan naik limo atau mobil Mercedez Benz. Bukan hanya Peter yang begitu, tapi juga semua pemain orkestra dan penari baletnya.

It was a humbling experience. I guess probably Russia hasn’t really established the fair economy system for all artists and its citizens, but these people (artists, musicians, dancers, etc.) still stay through. They unite, they work together for a sole purpose,” kata Aryo.

Eits, jangan mikir terlalu serius ah. Saya nggak mau mengangkat topik yang berat kok. Saya cuma mau membandingkan seniman beken di dalam negeri dengan Marichan dan penari balet dari Rusia itu.

Kira-kira, mungkin nggak konduktor beken seperti Addie MS dan Erwin Gutawa naik bus umum, atau minimal naik taksi? Uh oh, nggak terbayangkan! Hm, tapi mungkin juga sih mereka jalan kaki, kalau pertunjukannya di Balai Sarbini dan mereka menginap di Hotel Aston yang letaknya tepat di belakang Plaza Semanggi. Hihi...

Gambar diambil dari www.balet.by

1 comment:

Anonymous said...

Jeng klo dsini naik bus, yg ada sampe rumah dah ga punya apa2...kena todong jeng T__T

*anas lg ga ada kerjaan jadi drtd sibuk kasi comment*