Thursday, January 27, 2011

Hati-hati, Jangan Lengah!


Karena kejadian hari ini, saya trauma naik kendaraan umum. Sebenarnya, saya masih lemas untuk menuliskan ceritanya. Tapi cerita seperti ini rasanya harus segera dibagikan ke orang lain, ya.


Siang ini, pergi ke Plaza Senayan (PS) untuk makan siang bareng tim QB Leadership Center. Memang dari awal, saya sudah merasa nggak enak. Rasanya pengin di rumah saja, mencicil kerjaan dan membaca buku. Karena sudah merasa nggak enak, saya sengaja nggak membawa laptop. FYI, biasanya saya membawa laptop ke manapun saya pergi. Dan, kalau sudah keluar rumah, saya bakal mencari lokasi yang nyaman, yang ber-hotspot, untuk bekerja. Tapi kali ini, nggak. Saya cuma mau buru-buru pulang ke rumah.

Setelah makan siang, saya sempat mampir ke Kinokuniya sebentar bareng Reney, kawan saya. Saya pengin melihat-lihat komik. Nggak menemukan komik yang menarik, saya pamit untuk pulang lebih dulu.

Dari depan PS, saya naik Kowanbisata 102 jurusan Tanah Abang - Ciputat. Nggak ada kejadian aneh di sini. Saya turun di Poins Square Lebak Bulus untuk membeli roti untuk keponakan saya di rumah. Setelah itu saya langsung pulang. Dari depan Poins, saya naik mikrolet D01 (jurusan Kebayoran Lama-Ciputat).

Seperti biasa, saya nggak asal naik angkutan umum. Saya pilih angkutan yang nggak sepi, yang nggak ada orang-orang berpenampilan nakutin. Ada 3 penumpang di dalam D01 yang saya hentikan. Semuanya wanita. Saya pilih duduk di bangku di deretan belakang sopir, agak di ujung, dekat jendela. Di ujung bangku itu, di sebelah saya, duduk seorang ibu berusia sekitar 35 tahun. Penampilannya casual, rambut pendek, celana jeans warna hitam dan T-shirt abu-abu.

Kebiasaan, saya sumpal telinga saya dengan earphone iPod. Saya sempat mengeluarkan ponsel saya untuk mengirim pesan ke teman dan adik saya di rumah. Di tengah jalan, di daerah dekat Gintung, masuk 3 pria ke dalam angkutan. Salah satunya duduk di samping saya.

Duh, feeling nggak enak, nih. Ah, itu mungkin cuma perasaan saya saja, pikir saya. Kelihatannya ketiga orang ini nggak saling kenal, kok. Tapi, untuk berjaga-jaga, saya masukkan ponsel saya ke dalam tas.

Tiba-tiba, di dekat Kampung Utan, pria di samping saya bicara ke saya. "Duh, gerah banget nih, jendelanya dibuka aja ya, mbak," kata dia. Tangannya mengarah ke belakang saya, seolah ingin membuka jendela.

Saya beri dia ruang untuk membuka jendela. Tapi orang itu mengarahkan kedua tangannya ke saya, seperti mau mendorong saya. Oke, untuk dibayangkan, pria ini bertubuh sedang, rambutnya cepak, bentuk wajahnya bulat, hidungnya agak mancung, bermata sipit, dan berkulit agak putih. Wajahnya agak bopeng, nggak mulus, dan nggak ganteng sama sekali. Dia pakai sweater garis-garis putih dan hitam (atau biru gelap).

Wah, nggak beres nih, pikir saya. Spontan saya bangkit dari tempat duduk, ke arah pintu, sambil teriak ke arah sopir untuk menghentikan mobilnya. "Bang, kiri ya!"

Mobil masih berjalan, saya bersiap keluar dari angkot. Loh, tapi kok tiba-tiba kedua pria teman si bopeng itu menutupi jalan saya. Dan saya bisa merasakan si bopeng berjaga di belakang saya. Yang jelas, saya nggak bisa mundur.

Whoa! Makin paniklah saya. Apapun yang terjadi, saya harus segera keluar dari sini! Panik, sambil tetap berusaha berpikir jernih, saya lihat ada satu jalan keluar dari angkutan itu. Dari bangku di belakang sopir, saya loncat ke jok depan. Nekat? Iya, karena cuma itu satu-satunya jalan keluar.

Posisi saya waktu mendarat di jok depan sama sekali nggak oke. Saya terjengkang. Posisi kepala hampir terantuk dashboard, kaki kanan saya tertekuk di jok depan, dan kaki kiri saya masih terjulur ke arah belakang mobil, dekat kepala salah satu penjahat.

Saya kaget, mereka juga kaget. Si sopir menghentikan mobilnya. Ada satu penumpang pria duduk di depan. Dia juga kaget.

Saya panik, dan takut. Duh, orang ini komplotannya juga bukan, ya? Kalau iya, habislah saya. FYI, saya memang lagi membawa beberapa barang penting di tas.

Waktu terjengkang, mata saya menatap si pria bopeng itu. Dia juga memandang saya, sambil teriak, "Eh, mbak sudah gila ya?! Nggak ada apa-apa, kok loncat ke depan!" Teman-temannya juga memandangi saya. Saya nggak memperhatikan ekspresi mereka. Saya hanya memerhatikan si bopeng.

Dengan sok tenang, si bopeng berkata, "Dikira mau diapain sih? Orang tangan saya pegal kok. Ini minta dipijatin sama teman saya!"

Saya syok melihat tangannya dipijat oleh ibu berkaos abu-abu yang tadi duduk di samping saya. Loh, kok mereka kenal? Berarti ibu itu juga komplotannya, dong? Mereka kan nggak naik angkutan bersamaan. Atau si ibu itu sudah jadi korban hipnotis si bopeng?

"Bang, saya mau turun," saya bisa mendengar suara saya sendiri. Lirih.

"Mas, numpang lewat ya. Saya mau turun...," saya bicara ke penumpang yang duduk di depan. Untunglah..., dia memberi jalan untuk saya. Jadi, dia bukan komplotan penjahat itu.

Sambil menarik kaki kiri saya yang terjulur ke belakang, saya cari dompet recehan saya untuk membayar ongkos. Nggak ketemu! Ah, saya toh sudah dikatain gila sama orang-orang sialan ini, dan saya toh nggak kenal sama seisi angkutan ini. Saya nggak mau berlama-lama di sini! Nggak usah bayar, cuek aja, pikir saya.

Saya turun dari angkutan. Masih linglung. Tiba-tiba saya jadi parno. Kalau mereka ikut turun dan mengejar saya, bagaimana? Lalu lintas memang ramai, tapi keadaan sepi di pinggir jalan. Kontan saya ngibrit melawan arus. Kabel earphone sudah terlepas dari telinga saya. Saya nggak peduli, deh! Saya lihat ke belakang, nggak ada yang mengejar saya.

Saya lari, lalu melihat lagi ke belakang. Loh, pria yang duduk di samping sopir tadi kok ikut turun dari angkutan? Loh, dia lari... Mengejar saya?

Saya bingung mau lanjut naik kendaraan apa. Ada taksi Putra yang ngetem di Kampung Utan. Tapi saya takut kalau taksi itu pun komplotan si penjahat. Duh, saya parno ya. Saya mau ngojek aja, tapi nggak ada ojek. Naik angkutan lagi? Saya takut...

Kalau naik angkutan yang nggak kosong, tapi agak lengang... Bagaimana kalau komplotan tadi menunggu di suatu tempat di depan sana? Pikiran saya dipenuhi ketakutan.

Akhirnya lewatlah satu angkutan yang full, penuh padat! Isinya anak-anak sekolah semua, dan 2 orang ibu. Saya hentikan angkutan itu. Saya nggak peduli nggak bisa duduk di dalamnya, yang penting posisi saya aman, tersembunyi di antara banyak orang.

Setelah saya masuk, saya jongkok di dalam angkutan itu. Sama sekali nggak ada ruang untuk saya duduk di dalam angkutan itu. Tiba-tiba angkutan melambat. Pria yang tadi mengejar saya mengulurkan tangannya ke dalam angkutan. Rupanya dia membawa dompet recehan saya, yang ternyata jatuh di jok depan angkutan tadi. "Makasih ya, mas," kata saya.

Saya pikir, pria ini pasti sadar orang-orang di D01 tadi memang nggak beres. Haduh, dia baik banget, mau mengejar saya dan mengembalikan dompet saya. Semoga Tuhan membalas kebaikannya.

Tuhan! Haduh, Tuhan baik banget, sudah melindungi saya dan memberi saya kekuatan untuk melakukan hal nekat. Loncat ke jok depan angkutan tadi. Padahal sewaktu sedang disergap komplotan tadi, saya mendadak lemas dan limbung. Makasih Tuhan, saya nggak kehilangan apapun.

Setiba di rumah, saya masih lemas. Sekarang pun begitu. Sepertinya, untuk waktu yang cukup lama, saya nggak akan naik angkutan umum. Masih syok...

Untuk teman-teman yang sering naik atau mengandalkan transportasi umum, hati-hati ya. Jangan lengah, jangan sampai pikiran kalian kosong. Crime could happen to any of us. Fyuh, saya amat bersyukur bisa lepas dari musibah. Makasih, makasih, makasih banyak ya, Tuhan...

Gambar diambil dari sini.

7 comments:

Aura-Azzura said...

serem Jeng.. karena aku termasuk pengguna kendaraan umum.
syukur Tuhan masih melindungi kamu.
Thanks untuk men-share cerita ini..berguna bagi temen2 yg naik kendaraan umum jg.

Anonymous said...

Whew.. bertambah alasan untuk nggak bawa apapun kalo mau pergi-pergian. Terakhir gw diginiin orang waktu SMA, sama preman mabok berapa orang di Kopaja. Untung waktu SMA gw nggak punya duit, jam, bahkan dompet pun gak ada. Kelar nggeledah tas gw, misuh-misuh sendiri tuh preman yg ngatain gw anak komplek tapi miskin :P

Syukurlah lo gak kenapa-napa jeng. Shock banget pastinya ya.

keshie hernitaningtyas said...

Gw juga pernah tuh hampir kena, waktu naik d01 juga (emang angkot rawan banget nih). Modusnya mirip, 3 org laki2 naek setelah gw naek, mungkin dapet kode dari temennya yang uda duluan di angkot kalo ada mangsa (gw). Salah satunya pura2 jadi ahli pijat gitu, dan temennya pura2 mau dipijit. Pas dia mo mijit gw, langsung gw tepis. Perasaan gw juga mendadak gak enak banget tuh, seakan2 ada suara di kepala gw yang ngomong: turun! Turun sekarang! Gw juga takut dihipnotis, jadi dalam hati baca2 doa aja. Trus gw langsung turun tuh dari angkot, untungnya tanpa kesulitan apapun. Dan mereka juga nggak coba ngejar gw.

Tabah ya jeng, semoga ini jadi hikmah buat kita agar selanjutnya lebih berhati2 lagi. Untuk hal kayak begini, pikiran negatif itu perlu supaya nggak jadi korban! :p

fahmi said...

angkot d01 itu memang nyeremin jeng.. dulu waktu jaman kuliah gw juga pernah liat kyk gini. waktu itu yg jadi korban penumpang lain.
dari yg ngambil hp sampe tukang tipu, pura-pura jualan burung yg suaranya katanya bagus (padahal sih dia bawa tape).

gw juga pernah hampir dilempar sendal jepit sama gembel yg minta duit. tapi gw cuekin, trus dia kesel kali sama gw. fyi, si gembel ini masuk ke dalam angkot pas di pasar ciputat.

ternyata sampe hari gini masih ada aja tuh orang-orang.

bukannya nakut-nakutin jeng, it's just for information. menurut gw sih gak perlu parno, ntar yg ada malah membatasi ruang gerak lo dan itu rasanya gak enak bgt. yg penting waspada aja, dgn kejadian kmrn lo jadi tau utk harus lebih waspada :)

Chitra said...

Titutt, oh my God, gue tau rasanya, itu serem banget.. Apa yg lo lakukan udah bener! Lo sudah waspada, tp mereka memilih lo jd korban. Ini ga bisa dihindari, dan tidak bisa kita terima begitu saja pula. Solusinya, bener, ganti media transportasi lain.

Amri pernah kena kapak merah (ditodong pake kapak, 2 org sebelah Amri, satu di depan, satu dr kiri, keadaan macet total, 50 meter di depannya pos polisi, how ironic), yg kemudian menjambret hp dan jamnya, padahal Amri naik mobil pribadi!

Semoga Tuhan selalu melindungi kita semua, Aamiin..

arashi kensho said...

seharusnya ad aparat didalam bus, biar aman.

zenis said...

salam kenal, wah low gitu serem BGT, jd malez nain angkot nee,,,,