Wednesday, January 09, 2008

Sekantong Kue Kering dan Maaf

Mungkin Anda sudah pernah menerimanya, email yang bercerita tentang seorang wanita yang menunggu jadwal terbangnya tiba, seorang diri, di bandara. Ia membeli sebuah buku dan sekantong kue, dan duduk di sebuah tempat, di samping seorang pria. Sambil membaca buku, wanita itu mengambil kue kering dari kantong yang diletakkannya di bangku.

Sambil membaca buku, si wanita melihat pria di sebelahnya mengambil kuenya. Dalam hati, ia menghujat si pria lantaran mengambil kue tanpa permisi. Tapi, ia nggak pengin ribut. Diteruskannya membaca buku sambil mengunyah kue dan sebentar-sebentar melihat jam. Tinggal sepotong kue tersisa di kantong itu. Si pria akhirnya mengambil dan membagi dua kue tersebut. Separo diberikannya pada si wanita. Pengin rasanya, wanita itu menonjok si pria yang dianggapnya nggak tau malu, kasar, dan nggak tau terima kasih karena telah menghabiskan kuenya.

Tiba-tiba, terdengar pengumuman penerbangannya. Sambil menghela napas lega, si wanita memasukkan bukunya ke tas, beranjak dari tempat duduknya, dan pergi menuju gerbang keberangkatan. Menoleh pada pria pencuri kuenya pun ia tak sudi.

Duduk di pesawat, ia merogoh tasnya untuk mengambil buku bacaannya. Betapa kagetnya ia ketika menemukan kantong kuenya, masih utuh, tersimpan di dalam tas. Ternyata, kue yang tadi dimakannya adalah milik si pria yang dianggapnya sebagai pencuri. Dan pria tadi begitu sopan karena masih mau berbagi kue terakhir dengannya. Ternyata, semua hal jelek yang ada di pikirannya seharusnya ditujukan padanya—bahwa dialah pencuri tak tau malu, kasar, dan tak tau terima kasih.

Moral cerita ini: sering kali orang berprasangka dan memandang buruk terhadap orang lain dari kacamatanya sendiri.

Ada yang bilang, ada tiga hal yang nggak mungkin untuk dikembalikan atau diperbaiki: batu yang dibuang ke laut, waktu yang telah hilang, dan kata-kata yang telah terucap. Tapi saya setuju dengan beberapa orang yang berpendapat bahwa kata-kata yang telah terucap bisa diperbaiki lewat satu kata sakti. Maaf. Oiya, dan tentunya dengan kerelaan hati pihak kedua untuk memaafkan.

Sayangnya, saya nggak tau apa wanita di cerita ini akhirnya bertemu dengan pria yang dikiranya mencuri kuenya, atau nggak. Kalau iya, si wanita kan bisa minta maaf, atau malah mengganti kue yang sudah dimakannya ke pria itu... :d

3 comments:

Toni said...

kadang seperti lagu: sorry seems to be the hardest word... hahaha.

Aura-Azzura said...

touchy...

mukhtar said...

numpang lewat karena sekilas aku melihat blogmu cukup menarik...