Gambar: www.kauffman.org |
Dalam bukunya yang berjudul The Extreme Future: the Top Trends that Will Reshape the World in the Next 20 Years, seorang futurist bernama James Canton membeberkan beberapa tren yang akan mengubah wajah dunia masa depan.
Dua
ramalan Canton yang sangat menarik, yang dipaparkan dalam buku
tersebut, menurut saya adalah soal krisis
energi dan transformasi ekonomi secara global. Alasannya, kedua
kondisi ini tengah terjadi saat ini—kita bisa merasakannya dan
tengah menghadapinya. Oh,
sebagai informasi, buku ini diterbitkan pertama kali pada tahun 2007.
Canton
meramalkan bahwa pada tahun 2015, krisis minyak bumi akan memuncak.
Singkat kata, jika penduduk dunia tidak bisa mengurangi penggunaan
minyak bumi, maka manusia harus mencari sumber energi yang baru.
Berikutnya,
Canton memaparkan pendapatnya—bahwa ekonomi masa depan harus
mengandalkan teknologi untuk berinovasi dan untuk menciptakan
kemakmuran, kekayaan, dan kekuatan global. Di sini, dia mengangkat
istilah “innovation economy”
atau ekonomi yang berbasis inovasi. Innovation
economy menyoal tentang bagaimana manusia
harus mampu berpikir ke depan, menciptakan ide, lalu mewujudkannya
menjadi inovasi yang dapat dikembangkan secara ekonomi dan global.
Kedua
poin tersebut melahirkan pertanyaan yang sudah sepantasnya membuat
kita menjadi gusar. Siapkah Indonesia
menghadapi krisis energi dan perubahan ekonomi global?
Ragam
Energi Baru dan Terbarukan
Bicara
soal krisis energi, sebenarnya kita patut bersyukur tinggal di negeri
yang kaya akan sumber daya alam, yang sangat potensial sebagai sumber
energi alternatif—energi baru dan terbarukan.
Energi
baru dan terbarukan sangat beragam jenisnya. Di antaranya adalah
biodiesel, bioetanol, dan biomassa.
Biodiesel
adalah
minyak nabati yang dibuat dari beragam
jenis tumbuhan, seperti tanaman jarak, randu, dan kelapa sawit.
Bioetanol adalah
cairan biokimia yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan yang mengandung karbohidrat, seperti singkong, ubi,
sagu, dan tebu. Sedangkan biomassa merupakan
energi yang dikembangkan dari beragam
massa biologis, seperti jerami, kayu, ranting-ranting, limbah kelapa
sawit, dan limbah pertanian.
Curahan sinar matahari di Indonesia dapat dimanfaatkan untuk membangun pembangkit listrik tenaga surya. Gambar: iklimkarbon.com |
Masih ada sumber-sumber energi terbarukan lainnya yang sangat dekat dengan kita, dan sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Mereka adalah air, angin, dan sinar matahari. Selain itu, ada pula panas bumi. Daerah yang mengandung potensi panas bumi terbesar utamanya terletak di sekitar gunung berapi.
Sayangnya,
sumber-sumber energi alternatif itu belum dimanfaatkan secara
maksimal
di negeri kita. Ya, selama ini, kita sangat bergantung pada energi
fosil,
yakni minyak
bumi dan batubara, dan gas. Padahal,
energi air (mikrohidro), energi panas bumi (geothermal), dan energi
surya (thermal atau fotovoltaik) tidak hanya terbarukan, tetapi juga
lebih ramah lingkungan ketimbang energi fosil.
Sebenarnya,
nuklir juga berpotensi untuk dikembangkan sebagai energi alternatif.
Namun, usulan pengembangannya masih mengundang banyak kontroversi dan
membutuhkan kesiapan yang matang, baik dari segi teknologi maupun
mental masyarakat.
Inovasi untuk Memenuhi Kebutuhan
Energi
Saat
ini saja, kebutuhan energi di Indonesia sudah sangat besar. Bisakah
kita bayangkan, hingga
tahun 2025 saja, berapa besar pertumbuhan populasi di negara ini?
Pertambahan
populasi akan menuntut pertumbuhan ekonomi dan peningkatan standar
kehidupan yang lebih baik. Pertambahan populasi juga akan
meningkatkan permintaan terhadap energi dan listrik. Selain itu,
masih ada lagi hal yang tak boleh kita lupakan. Di masa depan, isu
lingkungan akan semakin marak, terutama yang berkaitan dengan
kesehatan, pemanasan global, dan polusi udara.
Satu
hal yang pasti, Indonesia membutuhkan energi alternatif, energi yang
sumbernya terbarukan. Kita tak bisa lagi bergantung pada energi fosil
seperti minyak bumi dan batubara.
Dari
berita-berita di media massa, kita mengetahui bahwa pemerintah telah
berupaya mengembangkan berbagai jenis energi alternatif. Kementerian
Riset dan Teknologi (Ristek) dan Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT), contohnya, telah mengembangkan pembangkit panas
bumi di daerah Cibuni, Bandung Selatan, Jawa Barat. Ada pula proyek
pembangkit listrik dari tenaga surya, angin, dan diesel yang
dikembangkan oleh Ristek bekerja sama dengan PLN di Kabupaten Rote
Ndao, Nusa Tenggara Timur.
Selain
itu, pemanfaatan energi air laut yang dikombinasikan dengan tenaga
angin, air, dan surya juga telah dikembangkan di daerah Wonosari
Gunung Kidul, Yogyakarta. Riset
dan pengembangan bioetanol, biodiesel, dan biomassa juga mulai
dilakukan secara mandiri oleh masyarakat. Berita-berita
positif semacam ini mampu membangkitkan semangat dan optimisme akan
masa depan Indonesia.
Yang
perlu menjadi fokus pemerintah saat ini adalah melakukan pemetaan
sumber-sumber energi baru dan terbarukan, mengembangkan teknologi dan
penerapannya, serta membuat kebijakan distribusi serta penerapan
harga (pricing)
dari sisi bisnisnya.
Inovasi-inovasi
teknologi di bidang energi baru dan terbarukan akan menciptakan
Indonesia yang mandiri dalam hal energi. Dan niscaya, bangsa yang
mandiri dalam energi akan mandiri pula secara ekonomi.
Namun,
impian akan masa depan Indonesia yang indah itu tentunya perlu
didukung oleh berbagai pihak—masyarakat, akademisi, industri, serta
pemerintah.
Masyarakat
perlu memiliki mindset
peduli
dan menghargai energi, mau menghemat penggunaan energi demi kebaikan
bersama. Akademisi, selain mengedukasi tentang pentingnya energi bagi
masa depan bangsa dan dunia, juga diharapkan mampu mendorong
terciptanya inovasi-inovasi teknologi di bidang energi baru dan
terbarukan.
Pihak
industri, yang selama ini menjadi konsumen energi yang paling rakus,
diharapkan mau mendukung riset-riset teknologi di bidang energi baru
dan terbarukan. Misalnya melalui program Corporate Social
Responsibilty (CSR) mereka.
Sementara
pemerintah, diharapkan dapat menetapkan kebijakan-kebijakan yang mampu
menciptakan Indonesia yang mandiri energi, serta memberikan insentif
atau penghargaan bagi industri yang mampu menghasilkan teknologi yang
hemat energi dan ramah lingkungan.
1 comment:
ky abis baca koran kompas nih.., kerreen :)
Post a Comment